Rabu, 28 Maret 2012

FILSAFAT HUKUM ISLAM

MAQASHID AL-SYARIAH

Maqashid al-Syariah atau al-maqashid al-syar’iyyah fi al-syari’ah atau maqashid min syar’i al-hukm berarti maksud atau tujuan disyariatkannya hukum Islam.

Untuk menjawab persoalan fikih kontemporer, pengetahuan tentang maqashid al-syariah sangat diperlukan. Pengetahuan tersebut merupakan kunci keberhasilah ijtihad seorang mujtahid.

Berbeda dengan bidang Ibadah Mahdah, dalam bidang muamalah akal dapat mengetahui dan memahami makna dan rahasia pentasyriannya (ma’qulat al-ma’na).

 

Tiga level kepentingan:

1.     Daruriyah: kepentingan esensial yang jika tidak terpenuhi dapat mengancam eksistensi maslahah.

2.     Hajiyah: kepentingan yang pemenuhannya dapat menghindarkan manusia dari kesulitan.

3.     Tahsiniyah: kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan aturan, menjaga etika dan kepatutan.

Ketika terjadi benturan antarmaslahah, kepentingan yang lebih tinggi harus didahulukan pelaksanaannya.

Contoh: 1. Daruriyah :Makan demi eksistensi

2. Hajiyah    :Makanan halal

3. Tahsiniyah: 4 sehat 5 sempurna

Panca Maslahah (perlindungan terhadap din, nafs, aql, mal dan ‘ird) didasarkan pada dalil nash qath’i sehingga status mereka juga qath’i.

Jika terjadi benturan di antara kelima maslahah tersebut, maka:

1.     Perlindungan terhadap agama didahulukan dari perlindungan terhadap jiwa.

2.                 Perlindungan terhadap jiwa didahulukan dari perlindungan terhadap akal; dan

3.     perlindungan terhadap akal didahulukan dari perlindungan terhadap harta.

4.     dan seterusnya.

 

HUBUNGAN MAQASHID AL-SYARIAH DENGAN METODE IJTIHAD

1.     Qiyas

Illat menjadi unsur terpenting dalam qiyas.Illat merupakan “tujuan dekat” sementara hikmah merupakan “tujuan jauh.”(Jumhur ulama usul fiqh)Yang dimaksud illat adalah hikmah itu sendiri, dalam bentuk maslahah dan mafsadah. (Al-Syatibi)Upaya penemuan illat dan hikmah, yg merupakan metode qiyas, merupakan upaya menangkap maslahah yang menjadi tujuan utama penetapan suatu hukum (maqasid al-syariah).

2.     Istihsan

Istihsan secara umum berarti berpaling dari penerapan ketentuan hukum yang ada kepada hukum lain yang bertentangan dengannya karena ada sebab lain yang menghendaki demikian.

Istihsan secara khusus berarti berpaling dari qiyas jali kepada qiyas khafi. Perpindahan itu terjadi karena pengaruh illat pada yang pertama kurang efektif, sementara pengaruh yang kedua lebih kuat meskipun tidak begitu tampak.

1. Istihsan bi al-nash, contoh: jual beli salam.

2. Istihsan bi al-maslahah

 

3.     Maslahah  Mursalah

Maslahah Mursalah merupakan metode penetapan hukum yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit dalam Alquran dan Hadis. Metode ini lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung.

Tujuan utama disyariatkan hukum adalah untuk memelihara kemaslahatan dan menghindari kemudaratan. Semua hukum, baik yang diatur secara eksplisit dalam Alquran dan Hadis maupun yang dihasilkan melalui ijtihad, harus bermuara pada tujuan tersebut.

 

Jenis Maslahah

1.     Maslahah Mu’tabarah : Maslahah yang diungkapkan langsung dalam nash Al Quran maupun hadits.

2.     Maslahah Mulghah: Maslahah yang bertentangan dengan nash.

3.     Maslahah Mursalah: Maslahah yang tidak diungkapkan dalam nash dan juga tidak bertentangan dengannya.

 

4.     Sadd (Fath) al-Dzariah

Sadd al-Dzariah berarti menutup jalan. Metode ini digunakan oleh mujtahid dalam menetapkan larangan atas sesuatu yang pada awalnya boleh dilakukan.

Dua metode ijtihad pertama (qiyas dan istihsan) disebut sebagai metode ijtihad ta’lili, sementara dua metode terakhir (maslahah mursalah dan sadd al-dzariah) disebut sebagai metode ijtihad istislahi.

Keempat metode ijtihad tersebut digunakan untuk menelusuri aspek maslahat suatu hukum, yang merupakan tujuan penetapan hukum Islam.

 

 

 

2 komentar:

  1. salam kenal.... aku juga mahasiswa di bagian hukum...tapi muamalah..... kalo berkenan, add fb q, arjuna.stres@ymail.com

    BalasHapus