Rabu, 28 Maret 2012

FIQIH MAWARIS

Pembagian Harta Waris di Desa Plampang Rejo, Rt 002 Rw 003, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.

 

Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara masyarakat plampang rejo dalam membagi harta waris, apakah menggunakan cara yang telah diajarkan dalam islam atau dengan cara adat istiadat masyarakat plampang rejo?

Tapi, sebelum menjelaskan mengenai cara masyarakat plampang rejo dalam membagi harta waris, akan dijelaskan terlebih dulu mengenai pengertian dan cara pembagian harta waris dalam ajaran islam.

Kata  mawaris secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata tunggal mirats artinya warisan.  Mawaris dapat juga disebut faraid, bentuk jamak dari kata faridah. Kata ini berasal dari kata farada yang artinya ketentuan, atau menentukan. Dengan demikian kata faraid atau faridah artinya adalah ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, ahli waris yang tidak berhak mendapatkannya, dan berapa bagian yang dapat diterima oleh mereka.

Dalam pembagian harta waris juga terdapat syarat dan rukunnya, adapun rukunnya yaitu; Al- Muwarris adalah orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Al- Waris atau ahli waris adalah orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah, perkawinan, atau akibat memerdekakan hamba sahaya. Al-Maurus atau al-miras adalah harta peninggalan si mati dan telah dikurangi biaya perawatan jenajah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat. Dan sebab-sebab untuk memperoleh warisan adalah hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan, dan hubungan karena memerdekakan hamba sahaya.

Dalam penelitan mengenai pembagian harta waris ini di dapatkan informasi bahwa di desa plampang rejo masih menggunakan cara adat walaupun ada yang menggunakan cara yang diajarkan dalam islam itu hanya satu keluarga yang menginginkan menggunakan pembagian warta waris dengan cara yang telah diajarkan dalam islam. Dan tentunya pembagian harta warisdengan cara adat tidak ada perbedaan jumlah bagian harta yang diberikan antara laki-laki dan perempuan. Di dalam fiqih mawaris dijelaskan bahwa perempuan mendapatkan bagian setengah dari laki-laki (laki-laki dua kali lebih banyak dari perempuan).

Dari penelitian di desa plampang rejo mengenai pembagian waris dapat diambil contoh sebagai berikut:

Data ini diperoleh dari Bapak Basuni sebagai pegawai desa di desa plampang rejo berdasarkan cara adat.

1.     Keluarga Bapak Wajiran dan Ibu Srinatun

Anak : Hadi Suwitno

Hanik Budratin

Sareng

Harta yang diwariskan berupa sebidang tanah seluas 11/4 Hektar dibagi sama antara anak laki-laki dan perempuan, saksi dalam pembagian waris ini adalah Bapak Munawar (Pegawai Desa), Bapak Basuni (Pegawai desa) dan anak-anak yang diberi waris.

2.     Keluaraga Bapak Sarbini dan Ibu Juminem

Anak : Purnomo            

Supono

Sriyanah

Giyono

Giyanto

Sriyani

Suherman

Endang

Suyono

Supriyanto

Harta yang diwariskan berupa pekarangan seluas 3108 m2 dibagi sama antara anak laki-laki dan perempuan, saksi dalam pembagian harta waris ini adalah Bapak Basuni (pegawai desa), Supadi (wakil dari keluarga), dan Bapak Daroji (pegawai desa).

Data ini diperoleh dari Ulama’(tokoh agama) di desa plampang rejo Bapak H. Hambali berdasarkan cara dalam ajaran islam.

1.     Keluarga H. Umar dan Hj. Siti Rukhoyah

Anak : Hj. Siti Khodijah

Saimen

Hj. Sainem

H. feqeh

Gunawan

Harta yang diwariskan berupa sebidang sawah belum diketahui jelas mengenai luas sawah tersebut, dan dalam pembagiannya adalah laki-laki ½ Hektar dan perempuan ¼ Hektar.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa didesa plampang rejo masih menggunakan cara adat dalam pembagian harta waris walaupun ada yang berdasarkan cara dalam ajaran islam itu hanya terdapat satu keluarga.Dalam pembagian bagian harta waris tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan yaitu sama. Dan dalam pembagian harta waris Al-Muwarris mewasiatkan harta warisannya kepada pegawai desa atau ulama’ yang menjadi tokoh agama di desa itu yang menangani mengenai pembagian tidak kepada ahli waris yang masih ada hubungan kekerabatan, perkawinan dan karena memerdekakan hamba sahaya, dan tidak adanya surat bukti mengenai pencatatan waris.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penulis

 

Oleh Miftahul Jannah, Mahasiswi Al-Ahwal Al- Syakhsiyyah fakultas syariah UIN Malang.
Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2012 bertempat di Kantor Desa Plampang rejo dan rumah Ulama’ (tokoh agama) di desa plampang rejo

 

 

Malang, 28 Maret 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar