Senin, 07 Januari 2013

Sosiologi Hukum


BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Seorang pakar bernama ( Anzilotti ), pada tahun 1882 dari Itali yang pertama kali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum , yang lahir dari pemikiran di bidang filsafat hukum , ilmu hukum maupun sosiologi , sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga saat ini yang berupa masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau mahzab-mahzab (Aristoteles, Aquinas, Grotnis).
Sejak lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia lain di dalam suatu wadah yang bernama  masyarakat. Mula-mula, dia berhubungan dengan orang tuanya dan semakin meningkat umurnya, semakin luas pula daya cakup pergaulannya dengan manusia lain dalam masyarakat tersebut.[1] Lama-kelamaan dia mulai menyadari, bahwa peradapan dan kebudayaan yang dia alamai dan dihadapi merupakan hasil pengalaman masa-masa yang silam.
Sementara semakin meningkat usianya manusia mulai mengetahui bahwa dalam hubungannya dengan warga-warg  lain dari masyarakat dia bebas, namun dia tidak boleh berbuat semau-maunya.[2]Hubungan-hubungan antar manusia serta antar manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh serangkain nilai-nilai atau kaidah-kaidah dan perilakunya lama-kelamaan melembaga menjadi pola-pola.
Kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan dalam  masyarakat bermacam-macam ragamnya, dan diantara sekian macam kaidah yang merupakan salah- satu kaidah terpenting adalah kaidah-kaidah hukum disamping kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan. Kaidah-kaidah dan pola-pola hukum dapat dijumpai pada setiap masyarakat, baik yang tradisional maupun yang modern. Kaidah-kaidah hukum  tersebut ada yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan maupun keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan lainnya. [3]
Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan pokok manusia. [4] Hukum sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, hudup berdampingan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan saling pengaruh mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi. Jadi, sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang di namakan masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.[5]


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.       Bagaimana sejarah sosiologi hukum?
2.      Bagaimana perkembangan pemikiran sosiologi hukum di indonesia?
3.      Apa sumber pemikiran sosiologi hukum?


C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah sosiologi hukum.
2.      Untuk mengetahui perkembangan pemikiran sosiologi hukum di indonesia.
3.      Untuk mengetahui sumber pemikiran sosiologi hukum.










BAB II
PEMBAHASAN



A.    Sejarah Sosiologi Hukum
Seorang pakar bernama ( Anzilotti ), pada tahun 1882 dari Itali yang pertama kali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum , yang lahir dari pemikiran di bidang filsafat hukum , ilmu hukum maupun sosiologi , sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga saat ini yang berupa masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau mahzab-mahzab (Aristoteles, Aquinas, Grotnis).
Sejarah perkembangan sosiologi hukum antara lain di pengauruhi oleh:
1. Pengaruh Dari Filsafat Hukum Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau berprosesnya hukum . Menurut Pound, bahwa hukum adalah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum . Juga hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.
2. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)Ajaran Kelsen “The Pure Theory of Law” (Ajaran Murni Tentang Hukum ), mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya.
3. Sosiologi (Pengaruh ajaran-ajaran Durkheim dan Weber). Durkheim berpendapat bahwa hukum sebagai kaedah yang bersanksi, dimana berat ringan sanksi tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya perikelakuan tertentu, peranan sanksi tersebut dalam masyarakat.


B.     Perkembangan Pemikiran  Sosiologi Hukum di Indonesia
Dalam koridor pakar sosiologi hukum di indonesia terdapat beberapa tokoh yang menanamkan bibit-bibit pemikiran dalam proses pendidikan hukum di tanah air. Nama-nama dari tokoh-tokoh ini penulis sebutkan untuk memberikan penghargaan atas dedikasi beliau terhadap proses pemahaman, penjelasan dan penganalisisan dalam memahami sosiologi hukum. Sebagai ilmu pengetahuan yang setiap saat mengalami regenerasi teori dan tokoh, akan banyak membantu para pembelajar baru dalam memahami persoalan-persoalan hukum di tanah air.[6]
Di bawah ini akan diuraikan Ragaan yang berkaitan dengan pandangan dalam menyibak sedikit perjalanan sosiologi hukum serta pemikiran tokoh-tokoh sosiologi hukum di indonesia sebagai berikut:
Perkembana Sosiologi Hukum di Indonesia
 
PPPP

Sosiologi berkembang karena:
1.      Adanya kesempatan belajar ke LN.
2.      Banyaknya mata kuliah Sosiologi di PT.
3.      Pembangunana Ekonomi memeperhatikan faktor non teknis.





1.      Ciri Sosiologi di indonesia tidak mengenal madzhab atau aliran.
2.      Perkembangan Sosiologi hukum sebagai sesuatu yang asing.
3.      Kurangnya perhatian terhadap sosiologi hukum disebabkan:
a.       Sosiolog mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum semata-mata sebagai himpunan kaidah normatif.
b.      Kesulitan terjadinya hubungan antara sosiolog dengan ahli hukum, oleh karena tidak ada kesemaan bahasa dan kerangka berpikir.








HISTORIS
1.      Ajaran Sosiologi dalam kitab “Wulang Reh” oleh Sri Mangkunegoro ke IV dari Surakarta yang mengajarkan tata hubungan dalam intergroup relations.
2.      Timbulnya organisasi Sosial dan Studi Hukum Adat.
3.      Sejak Zaman Belanda pelajaran Sosiologi dihapus sejak tahun 1931.
4.      Sejak kemerdekaan mulai tahun 1949 Sosiologi Deskriptif berkembang di UGM.
5.      Tahun 1967 berkembang fakultas dan buku-buku.








 

























Prof. Dr. Soerjono, SH., MA.

1.      Menulis Disertasi tahun 1977 dengan judul Kesadaran dan Kepatuhan Hukum.
2.      Kesadaran Hukum adalah Kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum berkaitan dengan kebudayaan hukum.
3.      Perasaan hukum adalah penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat.
4.      Kepatuhan hukum merupakan proses internalisasi yang dimulai pada saat sesorang dihadapkan pada pola perikelakuan baru sebagaimana yang diharapkan oleh hukum pada situasi tertentu.







1.      Tahun 1983 menguraiakan pidato Pengukuhan tentang: Faktor-faktor yang mempengaruhui penegakan hukum yaitu UU, Penegak Hukum, Sarana atau fasilitas, masyarakat dan kebudayaan (nilai-nilai).
2.      Penegakaan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara  ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi memiliki unsur penilaian pribadi. Pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral.
3.      Tahun 1984 membentuk Perhimpunan Indonesia untuk Peminat Studi hukum dan Masyarakat.









Sosiologi hukum adalah meneliti mengapa manusia patuh pada  hukum dan memgapa dia gagal untuk mematuhi hukum serta faktor sosial yang mempengaruhuinya.




 

























                        

Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH.
Prof. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA.

1.      Penulis Sejarah Hukum: Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional.
2.      Hukum sebagai gejala Sosial empirik dapat dipelajari di satu pihak sebagai:
a.       Independent variabel: yang menerbitkan efek pada berbagai aspek kehidupan sosial. Studi: Law in action and legal Impacts.
b.      Dependent variabel: sebagaai resultante berbagai ragam kekuatan dan proses sosial. Law in Process.
3.      Karya Ilmiahnya sibukukan dengan judul: Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya.











1.      Menulis Disertasi tahun 1979: Hukum dan Perubahan Sosial.
2.      Pengkajian hukum di indonesia dalam konteks perubahan sosial.
3.      Sistem hukum suatu negara senantiasa mengalami perubahan-perubahan.
4.      Penggunaan Sistem Hukum Hindia Belanda melayani struktur masyarakat yang berbeda dari masyarakat indonesia sekarang yang mengakibatkan ketimpangan bidang politik, ekonomi dan hukum. (The Law of the Non Tranferability of Law: Seidman, 1970).
5.      Mempelajari sistem hukum dalam perubahan sosial memberikan manfaat pada ukuran dan penilaian serta harapan yang dialamatkan pada hukum itu.
6.      Tahun 1980, Pidato Pengukuhan: Manfaat Telaah Sosial Terhadap Hukum.










 
























C.    Sumber Pemikiran Sosiologi Hukum
Dalam mempelajari sosiologi hukum, kita tidak dapat melepaskan hubungan yang signifikan antara berbagai komponen yang menyusun keterkaitan analisis kasus. Hal ini dibutuhkan, oleh karena analisis yang dilakukan  tidap dilakukan secara mendalam dan kebutuhan akan solusi maupun  rekomendasi terhadap suatu masalah yang dibahas tidak menyentuh akar permasalahan.[7]
Orientasi yang diatas menjadikan menjadikan kita melihat sumber-sumber mana saja yang  dapat dijadikan rujukan bagi kontemplasi kritis sosiologi hukum agar dapat keseimbangan analisis dalam menjelaskan fenomena yang terjadi. Secara logika hypothetica verfikatif dapat ditelusuri  sumber-sumber pemikiran sosiologi hukum yang akan memperkarya khazanah orientasi analisis pemikiran sebagai berikut:

1.      Fenomena Sosial Tentang Hukum
Fenomena sosial tentang hukum adalah gejala empirik yang dapat disaksikan oleh panca indra kita. Berbagai kasus atau perkara yang terjadi ditanah air, baik itu yang bersifat lokal, nasional bahkan internasional (selama berhubungan dengan kasus yang ada di indonesia) dapat dijadikan rujukan analisis kasus.[8]
Kemampuan individu untuk mengakses kasus sangat berpengaruh pada kesempurnaan data yang didapat. Semakin sumber data ( primer, sekunder maupun tersier) dapat didapat maka tidak menutup kemungkinan penguasaan terhadap kasus semakin mendalam pula.  Oleh sebab itu, dalam tataran diskusi akan terlihat sejauh mana seseorang dalam mendalami kasus yang dibahas. Persoalan data empirik, logika dan rasional akan menuntun kearah mana seseorang mampu dan terampil mengkomunikasikan gagasan pemikiran secara vertikal maupun horizontal. Uraian ini akan tampah lebih jelas dari keterkaiatan antara pemanfaatan sosiologi pada ilmu hukum sebagai satu kesatuan.
Dalam proses pengambilan kasus yang akan dianalisis harusnya mengedepankan aspek yuridis. Mengapa ini penting? Dalam berbagai diskusi nantinya akan terlihat jelas pemanfaatan sosiologi hukum sebagai ilmu.  Dalam praktek diskusi sering  dijumpai aspek yuridis ini sangat sedikit  porsinya atau ditinggalkan sama sekali karena terlalu asyik dengan bahasan  sosial politis misalnya. Untuk itu sejak ini perlu dilakukan selektivitas kasus agar nantinya rujukan yuridis akan jelas posisi  dan rekomendasinya.

2.      Pemikiran Para Sarjana, Berpijak Pada Pendapat Terdahulu (Earlier Knowledge)
Kejutan warna pemikiran seseorang dalam mengkomuinikasikan pemikiran sangat dipengaruhi oleh kekuatan referensi. Seseorang yang hidup pada zamannya tidak akan lepas dari generasi sejarah yang mengikutinya. Sedikit banyak pengaruh sejarah pemikiran turut pula  mewarnai  alam pikiran. Rotasi pemikiran kita, kadang-kadang tidak berbeda jauh bahkan mungkin sama dengan pemikiran tokoh sebelumnya. Hal ini dapat saja terjadi oleh karena kasus yang dibahas dan hubungan antara komponen yangt menjadi titik sentral persoalan tidak berbeda jauh. Persoalan yang muncul adalah terdapatnta atribut atau assesoris baru sebagau konsekuensi adanya perkembangan zaman.[9]
Pembentukan wacana  pemikiran yang didapat dari mempelajari pendapat para tokoh merupakan keidah keilmuan, agar seseorang yang dikatakan ilmuan atau berperilaku dan berpikir ilmiah adalah menghargai pendapat para tokoh tersebut, mencermati dan melakukan pengkritisan secara mendalam secara konsekuensi dari epistimologi keilmuwan. Oleh sebab itu dalam penyampaian pendapat tokoh dilakukan secara utuh, tidak boleh parsial karena akan membawa persoalan makna yang berbeda. Pengambilan pendapat yang parsial akan memberikan konsekuensi yang berbeda dalam penganalisisian suatu kasus.
Pemikiran para tokoh dalam sosiologi hukum yang dimulai dari era para pioner atau perintis sosiologi sampai masa kontemporer merupakan suatu alur pendapat yang saling berkesinambungan. Untuk itu perlu dipelajari kondisi sosial budaya atau setting sosial dimana para tokoh tersebut hidup dan dalam situasi yang bagaimana pemikiran tersebut muncul. Sejarah hidup para tokoh sangat berkaitan dengan pemikiran yang dikeluarkannya.
Jika kita mempelajari pendapat secara mendalam akan sangat membantu perluasan wacana dan mempertajam analisis.

3.      Menganalis Secara Kritis Fenomena Sosial Tentang Hukum yang Dihubungkan Dengan Pendapat Para Tokoh
Setelah kasus didapat dengan selektifitas barulah dilakukan proses menghubungkan dengan pendapat para pakar. Proses menghubungkan adalah proses memilih dan memilah dari sekian pendapat pakar yang dapat dijadikan rujukan dalam analisis. Hubungan ini akan terlihat jelas jika terjadi penguatan kasus dengan menyetir pendapat para pakar tersebut. Konsekuensi dari ini semua adlah kemampuan pernah membaca pendapat tokoh tersebut dari berbagai literatur. Dari sisi ini terdapat nilai lebih jika dalam menghubungkan pendapat  tokoh serta mengkritisinya diutarakan dalam uraian ini. Kemampuan individu dalam mengakses pendapat tokoh sangat besar pengaruhnya bagi sejauh mana uraian yang dilakukan serta gagasan-gagasan yang ymengalir dalam wacana tokoh tersebut.[10]
Oleh karena terdapat dua variabel yang dihubungkan yaitu: fenomena sosial dan pendapat tokoh, maka supaya analisis yang dilakukan mendekati kesempurnaa  posisi kedua variabel tersebut harus benar-benar mencerminkan kesempurnaan mengakses. Prosentasi yang berbeda-beda dalam mengakses sumber masing-masing akan berpengaruh pada sejauhmana analisis yang dilakukan. Korelasi kedua variabel ini sangat bermanfaat dalam mencari sabab musabab kasus tersebut juga didukung oleh kemampuan logika ilmiah yang didasarkan pada rasional empirik.

4.      Melakukan Diskusi Secara Intensif
Ulasan kekayaan pikiran atau timbulnya pikiran baru difasilitasi oleh wadah bertukaran fikiran berupa diskusi. Dari diskusi yang dilakukan secara intensif akan timbul gagasan atau ide yang yang cemerlang. Situasi sosial, budaya dan politik yang kita alami berbeda dengan setting sosialdari pendahu kita atau pendapat tokoh. Dengan melakukan diskusi terjadilah interaksi yang didalamnya terdapat perdepatan keilmuan bukan emosional atau debat kusir dan tetap berpegang pada kaidah-kaidah diskusi yang demokratis. Mencermati jalan atau pola pikiran orang lain merupakan kewajiban asasi yang kita lakukan agar disatu sisi kita dapat mentransfer ilmu yang mereka miliki, begitu pula sebaliknya.[11]
Secara sistematis dapat dilihat dari uraian di bawah ini yang menggambarkan alur analisis dalam sosiologi hukum, yaitu sebagai berikut: [12]

Proses Analisis Kasus Sosiologi Hukum


A.    Analisis Pertama

1.
2.Pendapat
3.Pakar
4.


ANALISIS KASUS
Kasus
 
Pokok  Pikiran
 Jelas dan Tegas

Poin-poin pikiran yang merupakan Kristalisasi hasil olahan pengamat tidak parsial



Metode analisis yang ideal adalah teori dari pakar tersebut diserap terlebih dahulu, setelah itu dicari contoh kasus yang dapat mewakili pendapat pakar, jika kasus yang dicari belum terdapat kesinkronan dengan pendapat pakar, maka hanya satu pendapat pakar yang dianalisis secara kritis, komprehensif integral.




1.
s/d dihubungkan
4    dengan kasus
5.   Pemikiran Baru (new idea)
 


















B.     Alternatif Kedua


Kasus
Referensi Pakar
Analisis
SOLUSI
PRO
KONTRA
SOSIOLOGI HUKUM BERHENTI DISINI SEBAGAI ILMU

 

Dari ragaan diatas maka dapat diuraikan pemahaman sebagai berikut:
Pada alternatif pertama proses analisis kasus sosiologi hukum dimulai dari tataran konsepsi pendapat pakar yang meliputi pakar sosiologi sampai sosiologi kontemporer. Pengamat dapat melakukan kegiatan pembacaan, penalaahan secara maksimal atas pola pikir yang dikembangkan oleh para pakar. Setelah menelaah pendapat para pakar maka pengamat dapat melakukan pengkristalisasi pemikiran para pakar tersebut.[13]  Olahan pengamat atas pendapat para pakar  tersebut sangatlah pentinh untuk menelususri berbagai hal terkait dengan setting sosial pemikiran itu muncul sampai kontroversi perbedaan pendapat antara pendapat tersebut. Poin-poin pendapat pakar tersebut dalam proses pengutipan tidak boleh dilakukan secara persial atau sepotong-potong. Mengapa hal ini tidak dapat dilakukan? Pendapat pakar yang diambil hanya sebagian saaja tanpa memeperhatikan faktor implisit yang ada dalam statement pakar sebagai satu kesatuan akan dapat mengurangi keutuhan analisis.
Setelah penelaahan pendapat pakar dilakukan maka langkah selanjutnnya adalah mengkaji fenomena sosial tentang hukum atau kasus yang mempunyai hubungan signifikan dengan pendapat para pakar dimaksud. Kemana arah proses ini sesungguhnya? Kasus merupakan bukti yang empirik dan otentik yang dapat menguji dan membuktikan atau memverifikasi pendapat pakar. Sebagai sumber pembangunan teori, maka kasus merupakan sumber yang tidak akan pernah mati.  Dinamika masyarakat menuntut adanya perubahan termasuk didalamnya pemikiran para pakar. Oleh sebab itu sangatlah berarti pertanyaan berikut ini: perubahan pemikiran sangat tergantung pada perubahan masyarakat atau zaman. Mencari dan memilih kasus bukanlah pekerjaan yang mudah.  Menelisuri kasus yang berkaitan dengan pendapat membutuhkan kemahiran dan keterampilan berpikir khusus.[14] Tidak semua orang mampu melakukannya karena membutuhkan insting atau pancaindra keenam. Sebagai tolak ukur bahwa kasus yamg mempunyai nilai untuk dibahas adalah: terdapat aspek yuridis didalamnya, masih cukup faktual untuk dibicarakan dalam durasi tahun yang begitu lama, dapat berupa kasus, kasus lokal yang menarik masyarakat, kasus lokal yang mencuat menjadi kasus nasional. Pengamat harus dapat menentukan orientasi kasus itu dengan melakukan kegiatan menginventarisisr kronolgi kasus dari berbagai sumber.
Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan analisis. Menganalisis adalah kegiatan melakukan peramuan antara komponenteoritis (pendapat pakar) dan komponen kasus (emperik). Gaps (kesenjangan) yang terjadi antara keduanya dibahas dengan menggunakan ilmu bantu dalam ilmu hukum seperti: kajian politik, kajian ekonomi, kajian antropologi, kajian medis, kajian sosio kultur, kajian adat istiadat. Kajian hukum islam dan lain-lain.  Kemampuan untuk meramu dua komponen ini sangat sangat tergantung pada kepiawaian , kemahiran bahkan keterampilan pengamat untuk memberikan uraian yang berkualitas.[15]
Hal yang paling mudah dilakukan pada analisis mendmpingkan pemikirran pakar dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Dengan kata lain kita akan menguji pendapat pakar tesebut apakah dapat diuji dengan kasus yang berbeda setting sosialnya.[16]













BAB III
KESIMPULAN



A.   Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dan rumusan masalah yang telah dijawab dalam pembahasan ini, maka disebutkan beberapa kesimpulan bahwa Sosiologi hukum mulai muncul pada tahun 1882 di italia oleh Anzilotti,. Sosiologi hukum diperkenalkan dari pemikiran filsafat hukum, ilmu-ilmu hukum dan sosiologi. Di indonesia perkembangan sosiologi hukum disebabkan oleh pemikiran para pakar sosiologi diantaranya Prof. Dr. Soerjono, SH.MA, Prof. Dr. Sotjipto Rahajo.SH. Di mulai dari ajaran sosiologi dalam kitab Wulung Reh oleh Sri Mangkunegoro ke IV dari Surakarta dan mulai muncul pemikiran para pakar sosiologi hukum lainnya.
 Perkembangan sosiologi hukum di indonesia juga dipengaruhi oleh: adanya kesempatan belajar di LN, banyaknya mata kuliah sosiologi di PN. Sosiologi hukum di Indonesia tidak mengenal madzhab atau aliran, sedangkan sumber pemikiran sosiologi hukum meliputi:Fenomena Sosial Tentang Hukum, Pemikiran Para Sarjana, Berpijak Pada Pendapat Terdahulu (Earlier Knowledge), Menganalis Secara Kritis Fenomena Sosial Tentang Hukum yang Dihubungkan Dengan Pendapat Para Tokoh, dan         Melakukan Diskusi Secara Intensif.
Sedangkan proses analisis kasus dapat dilakukan dengan proses: menganalisis dan menelaah pendapat para pakar, mengkaji fenomena dan yang terakhir yaitu melakukan analisis.





DAFTAR PUSTAKA


Saifullah.2007. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: PT Refika Aditama.
Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press.
Hendrojono. 2005. Sosiologi Hukum Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum. Surabaya: PT Dieta Persada.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Johnson, Alvin S. 1994. Sosiologi Hukum. PT Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat. Hukum Nasional Nomor 10/1070.






[1] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum  (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,  2007) ,1.
[2] Hendrojono, Sosiologi Hukum  Pengaruh Perubahan Masyarakat dalam Hukum (Surabaya: Srikandi, 2005), 1.
[3]Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, 2.
[4]Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum  , 4.
[5]Hendrojono, Sosiologi Hukum  Pengaruh Perubahan Masyarakat dalam Hukum, 4.
[6] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 12.
[7]  Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal. 17.
[8]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.17.
[9]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.18.
[10]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.18.
[11]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.19
[12]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.20.
[13]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal. 22.
[14]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum,hal. 22.
[15]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.23.
[16]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal. 23.