Senin, 07 Januari 2013

Proposal Skripsi


EUTHANASIA PRESPEKTIF HUKUM JINAYAH
(TINJAUAN FIQIH IMAM SYAFI’I)

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
      Dewasa ini banyak sekali berbagai permasalahan dan problematika yang sering muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan tidak sedikit dari mereka yang kesulitan untuk mengatasi probematika daan mengontrol perkembangan tersebut.
Contoh konkrit dalam dinamika kehidupan yang mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah perkembangan dalam bidang ilmu kedokteran, ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah kehidupan sosial budaya manusia. Karena sebab perkembangan teknologi dibidang kedokteran inila, para dokter dan para petugas kesehatan yang lain menghadapi sejumlah masakah yang cukup berat jika ditinjau dari sudut pandang etis dan yuridis. Masalah yang dihadapi mereka antara laian: transplantasi organ manusia, cloning, bayi tabung, aborsi, euthanasia dan masih banyak yang lainnya. Dari permasalahan diatas, euthanasia merupakan pilihan yang sangat sului bagi tenaga medis dan yang bersangkutan secara langung. Sampai sekarang permasalahan ini masih terus menjadi bahan perdebatan baik dari para ahli dibidang agama, medis dan etis yang masih belum ada satu kesepakatan.
Dengan adanya pengetahuan yang canggih dan modern, dokter dapat memprediksi penyakit yang ada pada seseorang untuk bisa sembuh total, lebih lama sembuh, lebih lama sembuh atau mungkin tidak dapat ditolong lagi.  Ketika prediksi tersebut menyatakan bahwa penyakit yang diderita oleh seorang pasien tidak dapat disembuhkan, maka timbul dalam dalam pikiran bahwa usaha apapun yang akan dilakukan akan menjadi sia-sia dan hanya akan menghabiskan biaya, sehingga menyebabkan timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Usaha-usaha atau tindakan-tindakan untuk mempercepat kematian guna mengakhiri penderitaan karena penyakit itulah yang disebut dengan istilah euthanasia.[1]
Secara umum, kematian adalah suatu pembahasan yang sangat ditakuti oleh publik, akan tetapi tidak demikian di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang dating secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuaatu yang dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.
Ada beberapa pendapat tentang euthanasia, diantaranya adalah adanya yang mengatakan bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung dan sebuah tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dikarenakan dalam hal ini manusia tidak mempunyai kewenangan untuk member hidup dan atau menentukan kematian seseorang, seperti dijelaskan di dalam QS: Yunus, 56:
هُوَ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.[2]
Pendapat lain ynag menyatakan bahwa euthanasia dilakukan dengan tujuan baik yaitu untuk menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman pendapat ini adalah kaidah manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Para pendukung euthanasia ini berargumentasi bahwa memaksa seseorang untuk melanjutkan kehidupan penuh derita adalah sesuatu yang irasioanl.[3]
Euthanasia bisa terjadi karena permintaan dari pasien sendiri, tim medis atau berasal dari pihak keluarga pasien. Meski tindakan tersebut secara lahirilah sepertinya dapat membantu meringankan/menghilangkan penderitaan pasien. Akan tetapi dikarenakan menggunakan cara-cara yang tidak benar dan akan mempunyai potensi untuk menghilangkan nyawa seseorang maka hal itu termasuk kategori pembunuhaan.
Bagaimana jika euthanasia tersebut dilakukan atas dasar persetujuan pihak keluarga, dalam persoalan dan implikasi hukumnya terhadap hukum jinayah yang ditinjau dalam fikih imam syafi’i. Sementara dalam hokum jinayah islam yang dalam fikih imam syafi’I dikategorikan dalam tiga bagian yaitu pembunuhan sengaja, tidak sengaja dan sengaja tapi ada unsure kesalahan. Drai ketiga kategori jinayah tersebut ada pembagian hukumanya. Dalam keterkaitannya kasus diatas mak dibahas mengenai kesamaan antara euthanasia dan hokum jinayah dalam islam.
            Hukum jinayah menurut imam syafi’i jinayah dibagi menjadi tiga yaitu pembunuhan disengaja, pembunuhan tidak sengaja dan pembunuhan disengaja, tapi ada unsur kesalahan.  Pembunuhan sengaja adalah membunuh seseorang dengan sesuatu yang bisa menyebabkan kematian dan dengan adanya niat untuk membunuh. Dalam kasus ini pembunuh dikenai qishos, tetapi jika keluarga korban memaafkan, maka pembunuh harus membayar diyat besar dan harus dibayar langsung dari harta pembunuh. Pembunuhan tidak sengaja adalah melempar sesuatu dan mengenai oarang yang menyebabkan meninggal karena lemparan tersebut dan tidak ada unsur sengaja. Dalam kasus ini pembunuh tidak dikenai qishos, tetapi pembunuh harus membayar diyat kecil kepada keluarga korban. Sedangkan pembunuhan sengaja, tetapi ada unsur kesalahan adalah melempar sesuatu dengan benda yang biasanya menyebabkan kematian dan membuat sesorang meninggal. Dalam kasus ini pembunuh tidak dikenai qishos, tetapi harus membayar diyat besar kepada keluarga korban dan dapat diangsur selama 3 tahun.[4]
            Pembunuhan adalah dosa besar dan perbuatan yang tercela, Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’:39[5]
وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ آمَنُوا بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللَّهُ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِهِمْ عَلِيمًا
            Dan hadis Nabi Muhammad: “ Membunuh jiwa adalah dilarang oleh Allah, kecuali dengan cara yang baik (HR. Muslim (89) dari  Abu Hurairah).
            Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian sebagai karya ilmiah dengan judul Euthanasia Prespektif Hukum Jinayah (Tinjaun Fiqih Imam Syafi’i)”.
B.     RUMUSAN MASALAH
      Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa masalah yang timbul adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana tata cara atau prosedur  melakukan Euthanasia?
2.      Apa pengertian hukum jinayah ditinjau dari fiqih Imam Syafi’i?
3.      Apakah Euthanasia termasuk dalam kategori hukum jinayah dalam tinjaun fikih imam syafi’i?

C.    BATASAN MASALAH
      Agar pembahasan lebih terfokus pada masalah, maka perlu diberi arah yang jelas terhadap masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini yaitu, seputar tata cara atau prosedur euthanasia, pengertian jinayah ditinjau dari fiqih Imam Syafi’i serta kaitannya antara euthanasia dan jinayah.

D.    TUJUAN PENELITIAN
      Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Menjelaskan tata cara melakukan euthanasia.
2.      Menjelaskan pengertian hukum jinayah ditinjau dari fiqih Imam Syafi’i.
3.      Menjelaskan kaitannya euthanasia dan hukum jinayah.

E.     MANFAAT PENELITIAN
      Adapun manfaat penelitian ini dapat peneliti rangkum kedalalam 2 bagian yaitu:
1.       Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu medis/kedokteran dan hukum islam terutama dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi dasar hokum penetapan euthanasia sebagai tindakan pembunuhan.
 Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik medis/kedokteran dan hukum islam sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
2.       Manfaat Teoritis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi tenaga medis/ dokter dan pakar hukum islam dalam mengkategorikan tindakan euthanasia sama dengan pembunuhan.
F.     DEFINISI OPERASIONAL
      Pengertian istilah yang terkamdung dalam judul penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.   Euthanasia adalah  tindakan pembunuhan secara medis terhadap si penderita berat (agar penyakit yang dideritanya terlupakan semua),[6] Mati tanpa menderita.[7] Dalam hal ini peneliti memfokuskan pada tindakan euthanasia positif.
2.   Hukum jinayah adalah segala ketentuan hukum nengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan hadis (Dede Rosyada, 1992: 86).
3.   Qishash adalah balasan (pemberian hukuman) yang diberikan kepada pelaku Jinayat sesuai dengan perbuatan atau pelanggaran yang telah dilakukan.
4.   Jinayah adalah penyerangan terhadap manusia. Jinayat dibagi dua yaitu penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan); dan penyerangan terhadap organ tubuh.
5.   Prespektif adalah pandangan dari sudut satuan bahasa sebagaimana satuan itu berhubungan dengan yang lain dari suatu sistem atau jaringan; pandangan relasional.
6.   Euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
7.   Euthanasia positif adalah dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.


G. PENELITIAAN TERDAHULU
1.      Penelitian tentang Euthanasia 
                  Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, tidak ditemukan topic karya ilmiah yang membahas tentang euthanasia perspektif hukum jinayah (suatu tinjaun fikih imam syafi’i). Hanya saja peneliti menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang euthanasia yang memiliki kesamaan kajian akan tetapi berbeda pada sudut pandang dan substansi tertentu.  
                  Pada penelitian terdahulu mengenai euthanasia adalah HAK WARIS BAGI PEMOHON EUTHANASIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAMyang ditulis oleh Abd. Rouf, mahasiswa fakultas Syariah jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Tahun 2012. Dalam penelitian ini dijelaskan tentang permasalahan   hak  waris  bagi pemohon  euthanasia. Dalam Islam disebutkan bahwa sebab-sebab  hilangnya  hak  waris  bagi  ahli   waris  ada  tiga,  salah  satunya  adalah membunuh.
      Dalam istinbâth  hukumnya peneliti  menggunakan  hukum  tindakan pembunuhan yang terdapat dalam hadits.  Sebagai  al-Ashlu  dengan  menetapkan   ‘illat  yang terkandung di dalamnya yaitu menghilangkan nyawa (adanya motif pembunuhan). Adapun hukum asal yang terdapat dalam hadits tersebut adalah haram hukumnya bagi  pembunuh   mewarisi  dari  orang  yang  dibunuhnya   dan  al-far’u  adalah euthanasia pasif dimana peneliti telah menganalisis secara selektif diantara sifat- sifat yang terdapat di dalam euthanasia sekaligus menetapkan ‘illat yang terdapat di dalamnya yaitu menghilangkan nyawa.
Dari hasil  penelitian  tersebut, maka  diperoleh  kesimpulan  bahwa  status hukum  hak  waris  bagi  pemohon  euthanasia  pasif  adalah  pemohon  euthanasia terhalangi haknya untuk mewarisi harta dari pewaris yang menjadi termohon.[8]
Pandangan Hukum Islam Terhadap Euthanasia, Skripsi karya Istiqomah, alumni Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya, jurusan mu’amalah jinayah, tahun 1989. Dalam skripsi ini meneliti tentang euthanasia prespektif hokum islam dan akibat hokum bagi orang yang melakukan euthanasia. Di dalam skripsi ini tersebut istiqomah mengkomporasikan antara euthanasia dalam sudut hukum Islam yang mana di dalamnya istiqomah memaparkan beberapa pendapat para Ulama’.
Analisis Terhadap Istinbath Hukum Syafi’I Tentang Pembunuhan Tanpa Sengaja Sebagai Penghalang Hak Mendapat Warisan, karya Ahmad Subekhan, alumni Fakultas Syari’ah Institusi Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA), Jurusan al-Ahwal al-Syakhsiyyah, tahun 1999. Dalam skripsi ini membahas jenis pembunuhan serupa sengaja yang juga mempunyai akibat yang sama dengan pembunuhan sengaja yakni sama-sama dapat menghalangi waris menurut imam Syafi’i.
Tindakan Euthanasia Pasif Untuk Menghilangkan Penderitaan Pasien Menurut Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan dan Konsekuensi Yang Diterima Sebagai Bentuk Pertanggung Jawaban (Studi Normatif Terhadap Ketentuan Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan Di Indonesia), Skripsi karya Herly Rouga L.T, alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, tahun 2008. Dalaam skripsi ini Herly meneliti tentang euthanasia pasif yang diaanalisis menggunakan hukum pidana dan kesehatan di Indonesia, kemudian memaparkan konsekuansi hokum yang akan diterima bagi para dokter yang melakukan euthanasia positif.
Berdasarkan penalaahan karya tulis di atas, maka skripsi ini berbeda dengan karya tulis atau hasil penelitian yang sudah ada, sebab dalam skripsi ini peneliti meneliti tentang euthanasia prespektif hukum jinayah (Suatu Tinjauan Fikih Imam Syafi’I, yang dalam hal ini menggunakan pendekatan Qiyas sebagai pisau analisisnya dan lebih memfokuskan kepada persamaan antara euthanasia dan hokum jinayah yang dikaji dalam fikih Syafi’i.

H.    KERANGKA TEORI
1.      Pengertian Euthanasia
      Eutanasia Bahasa Yunani: eu yang artinya "baik", dan thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
  • Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
  • Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
  • Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
  • Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
  • Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
  • Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
2.       Praktek-praktek Eutanasia di Dunia
Praktek-praktek eutanasia pernah yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:
  • Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
  • Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya.
  • Uruguay mencantumkan kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
  • Di beberapa negara Eropa, praktik eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
  • Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian, eutanasia dikategorikan sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
  • Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktik medis, biasanya tidak pernah dilakukan eutanasia aktif, namun mungkin ada praktik-praktik medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.[9]
3.      Hukum Jinayah di Tinjau Dari Fikih Imam Syafi’i
              Imam syafi’I membagi jinayah dalam tiga kategori:
1.      Pembunuhan sengaja yaitu jika seseorang melempar sesuatu yang memang benda itu biasanya digunakan untuk membunuh dan dengan niat akan membunuh maka dalam kasus ini pembunuh dikanai qishos dan harus membayar diyat besar kepada keluarga korban dari harta yang dimiliki pembunuh
2.      Pembunuhan tidak sengaja yaitu jika seseorang melempar seseorang dengan benda yang tidak biasanya digunakan untuk membun dantidak ada niatan untuk membunuh maka dalam kasus ini tidak ada qishos bagi pembunuh tapi harus membayar diyat kecil kepada keluarga korban.
3.      Pembunuhan sengaja tetapi ada unsure kesalahan yaitu jika seseorang melempar dengan benda yang tidak biasanya digunakan membunuh dan tidak ada niatan membunuh tapi mengakibatkan orang yang terkena lemparan itu meninggal, dalam kasus ini tidak ada qishos bagi pembunuh tapi harus membayar diyat kecil kepada keluarga korban dan dapat diangsur selama tiga tahun.
4.      Pengertian Diyat Dalam Fikih Imam Syafi’i
                  Diyat adalah sejumlah harta harta yang wajib dibayar oleh pelaku kepada pihak korban atau walinya disebabkan karena perbuatan jinayat (kriminal). Diyat disyari'atkan dengan maksud mencegah perampasan jiwa atau penghaniayaan terhadap manusia yang harus dipelihara keselamatan jiwanya.
Firman Allah SWT :
ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة الى اهله ان يصدقوا ( النساء 92
 "Dan barangsiapa membunuh seorang Mu'min karena tersalah, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba shaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah". (QS. An-Nisa: 92).
                  Imam Syafi'i berpendapat bahwa diyat itu terbagi 2 macam saja, yaitu: diyat ringan yang dikenakan pada pembunuhan tersalah dan diyat berat yang dikenakan pada pembunuhan sengaja dan mirip sengaja. Imam Syafi'i berpendapat bahwa pada dasarnya diyat itu adalah 100 ekor unta.[10]
                 

I.       METODE PENELITIAN

1.   Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan dan juga  penelitian  normatif verifikatif. Karena penelitian ini menggunakan bahan-bahan dari peratura-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hokum normatif lainnya yang kemudian peneliti melakukan pemeriksaaan kebenaraannya. Bahan–bahan itu antara lain adalah data-data yang diperoleh dari dalil-dalil yang ada di dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan permasalahan jinayah (Bidayatul Mujtahid, fiqih Syafi’i, ja;fari); buku-buku yang menghimpun hadits-hadits Nabi seperti Mukhtashar Nailul Authar,  karya Al-Imam Asy-Syaukani, al-Lu’lu’ wal Marjân karya Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi; dan buku Kematian Medis (Mercy Killing) karya Muhammad Yusuf. Penelitian ini juga tergolong kedalam jenis penelitian kepustakaan, kerena penelitian ini cara mengakses data penelitiannya banyak diambil dari bahan-bahan pustaka,[11] yakni bahan yang berisikan penegetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, atau pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai gagasan (ide), dalam ini mencakup buku, jurnal, disertasi atau tesis dan lainnya.[12]

2.   Pendekatan Penelitian
a.       Pendekatan Data
            Penelitian ini termasuk pnelitian diskripsi kualitatif dikarenakan penelitian ini menggambarkan data hasil penelitian dengan kata-kata atau kalimat serta analisis untuk memperoleh kesimpulan dan bertujuan mengungkapan atau mendiskripsikan data yang diperoleh.
            Pendekatan deskritif kualitatif adalah pendekatan yang dipakai dalam penelitian untuk memahami fenomena yang ada atau yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, presepsi, dan lain-lainnya secara holistik.
b.      Pendekatan Keilmuan
            Adapun dalam pendekatan keilmuannya, penelitian ini menggunakan pendekatan ushul fiqih, dalam hal ini Qiyas sebagai pisau analisisnya, karena penelitiannya menganalisis euthanasia dalam prespektif hokum jinayah yang ditinjau dari fikih Syafi’I yang menggunakan dalil-dalil hukum islam dengan cara mencari ‘illat-‘illat yang terkandung di dalamnya.
3.   Sumber Data
                        Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a.       Bahan hukum primer
            Bahan hukum primer adalah bahan pustaka yang berisi informasi berupa dalil-dalil yang ada di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan permasalahan hukumjinayah dan euthanasia, menghimpun hadits-hadits Nabi seperti Mukhtashar Nailul Authar,  karya Al-Imam Asy-Syaukani, al-Lu’lu’ wal Marjân karya Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi; dan buku Kematian Medis (Mercy Killing) karya Muhammad Yusuf.
b.      Bahan Hukum Sekunder
            Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku hukum termasuk di dalamnya skripsi, tesis, disertasi, jurnal-jurnal hukum baik yang berupa buku maupun on-line.
c.       Data Tersier
            Bahan hukum tersier  merupakan data penunjang, di dalamnya mencakup bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum  primer dan bahan hukum sekunder, meliputi: kamus (hukum), ensiklopedia dan lain-lain.[13]
4.      Metode Pengumpulan Data
                        Teknik pengumpulan data tersebut dapat peneliti simpulkan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1)      Menentukan data yang akan dikumpulakn terkait dengan euthanasia, jinayah dan tentang qiyas.
2)      Mengidentifikasi judul-judul buku yang relevan dan berkaitan dengan euthanasia, hokum jinayah dan qiyas yang kemudian mengumpulkanya.
3)      Membaca dan mempelajari buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan euthanasia, hukum jinayah serta qiyas yang nantinya akan dijadikan manhaj dalam penelitian ini.
4)      Membuat kesimpulan dari apa yang dibaca
     
                                   
J.   SISTEMATIKA PENULISAN
           Penulisan laporan penelitian ini diorganisasi dalam enam  bab. Bab-bab tersebut memiliki tekanan masing-masing sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
                        Bab I Pendahaluan, yang terdiri dari latar belakang yang memberikan landasan berfikir, rumusan masalah, batasan masalah yang menjadi fokus pembahasan masalah dalam penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, Tinjauan pustak dan sistematika penulisan. Dengan mencermati bab ini, gambaran dasar dan alurpenelitian akan dapat dipahami dengan jelas.
                    Bab II menjelaskan pengertian euthanasia, pembagian euthanasia dan praktek euthanasia diberbagai Negara dan pengertian hukum jinayah dalam fikih syafi’I serta penjelasan tentang diyat.
            Bab III Metode Penelitian, yang terdiri dari paradigma penelitian, jenis pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data.
            Bab IV akan menjelaskan mengenai pengertian euthanasia, macam-macam euthanasia serta tata cara melakukan tindakan euthanasia. Dan prakte-praktek tindakan euthanasia di berbagai Negara.
            Bab V akan menjelaskan seputar junayah dalam fikih syafi’i, yang meliputi pengertian, pembagian jinayah, pegertian diyat dan pembagiannya. Dan dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang kaitannya euthanasia dengan hokum jinyah.
            Terakhir, Bab VI adalah Penutup. Bab ini merupakan bagian yang memuat dua hal dasar, yakni kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan uraian singkat tentang jawaban atas permasalahan yang disajikan dalam bentuk poin per poin. Adapun bagian saran memuaat beberapa anjuran akademik baik lembaga terkait maupun untuk peneliti selaanjutnya.

K.    JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini rencananya akan dilakukan dalam 5 (lima) bulan dengan pembagian waktu sebagai berikut.
No
Kegiatan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
1
Pra-Riset




















2
Penyusunan Proposal




















3
Pembuatan Instrumen




















4
Pengumpulan Data




















5
Penyusunan Laporan Awal




















6
Penyusunan Laporan Lengkap




















7
Seminar Hasil Penelitian




















8
Penggandaan dan jilidan




















9
Penyerahan laporan























L.     Out Line Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
2.      Identisifikasi masalah
3.      Pembatasan masalah
4.      Perumusan masalah
5.      Tujuan dan Manfaat Penelitian
6.      Metodologi Penelitian
7.      Hipotesa
8.      Review Terdahulu
9.      Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS
1.    Konsep Euthanasia
2.    Konsep hukum jinayah dalam fikih imam syafi’i
3.    Konsep yang menjadikan persamaa euthanasia dengan tindakan pembunuhan
BAB III Hasil Penelitian
1.      Gambaran umum Euthanasia
2.      Gambaran umum hukum Jinayah dalam Fikih Imam Syafi’i
3.      Gambaran umum kategori euthanasia sebagai tindakan pembunuhan
BAB IV Analisis dan Pembahasan
1.      Definisi, pembagian, prosedur dan praktek euthanasia di berbagai negara
2.     Euthanasia dalam prespektif ilmu medis/ kedokteran
3.      Euthanasia dalam hukum pidana
4.      Definisi, pembagian dan hukuman jinayah dalam fikih imam syafi’i
5.      Analisis tindakan euthanasia sebagai tindakan pembunuhan dilihat dari fikih imam syafi’i.
BAB V PENUTUP
1.      Kesimpulan
2.      Saran-saran
Daftar Pustaka
Lampiran
















DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran
Burhai MS-Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer ,Jombang:Lintang Media

Tim Reality, kamus Biologi, Surabaya:Reality Publisher, 2009

Rouf Abd, Hak Waris Bagi Pemohon Euthanasia perspektif Hukum Isalam- skripsi, AS:2012.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2002

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ,Jakarta: Rajawali Pers, 2004









[1] M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab, (Bandung:Penerbit Mizan, 1999), 297.
[2] QS. Yunus (10):56, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama Republik Indonesi.
[3] Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama,(Bandung: Penerbit Mizan, 1997), 168.
[4]
[5] QS. An-Nisa’:39
[6] Burhai MS-Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer (Jombang:Lintang Media), 136
[7] Tim Reality, kamus Biologi, (Surabaya:Reality Publisher, 2009),190.
[8] Rouf Abd, Hak Waris Bagi Pemohon Euthanasia perspektif Hukum Isalam- skripsi, AS:2012.
[9] www.Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas.com
                                        
[10] http://catatanlaila6i6.blogspot.com/2012/09/fiqih-jinayah-diyat.html
[11] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Praktek, (Jakarta:Rineka Cipta, 2002), 10
[12] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 29
[13] Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar