BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seorang
pakar bernama ( Anzilotti ), pada tahun 1882 dari Itali yang pertama kali
memperkenalkan istilah Sosiologi hukum , yang lahir dari pemikiran di bidang
filsafat hukum , ilmu hukum maupun sosiologi , sehingga sosiologi hukum
merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh
filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga saat ini yang berupa
masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau mahzab-mahzab (Aristoteles,
Aquinas, Grotnis).
Sejak
lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia lain di dalam suatu wadah
yang bernama masyarakat. Mula-mula, dia
berhubungan dengan orang tuanya dan semakin meningkat umurnya, semakin luas
pula daya cakup pergaulannya dengan manusia lain dalam masyarakat tersebut.[1]
Lama-kelamaan dia mulai menyadari, bahwa peradapan dan kebudayaan yang dia
alamai dan dihadapi merupakan hasil pengalaman masa-masa yang silam.
Sementara
semakin meningkat usianya manusia mulai mengetahui bahwa dalam hubungannya
dengan warga-warg lain dari masyarakat
dia bebas, namun dia tidak boleh berbuat semau-maunya.[2]Hubungan-hubungan
antar manusia serta antar manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur
oleh serangkain nilai-nilai atau kaidah-kaidah dan perilakunya lama-kelamaan
melembaga menjadi pola-pola.
Kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan dalam
masyarakat bermacam-macam ragamnya, dan diantara sekian macam kaidah
yang merupakan salah- satu kaidah terpenting adalah kaidah-kaidah hukum
disamping kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan. Kaidah-kaidah dan pola-pola
hukum dapat dijumpai pada setiap masyarakat, baik yang tradisional maupun yang
modern. Kaidah-kaidah hukum tersebut ada
yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan
pengadilan maupun keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan lainnya. [3]
Hukum
secara sosiologis adalah penting dan merupakan lembaga kemasyarakatan (social
institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola
perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan pokok manusia. [4]
Hukum sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, hudup berdampingan dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan saling pengaruh mempengaruhi dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi. Jadi, sosiologi hukum berkembang atas
dasar suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung dalam suatu jaringan
atau sistem sosial yang di namakan masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya
dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum
merupakan suatu proses.[5]
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah sosiologi hukum?
2. Bagaimana
perkembangan pemikiran sosiologi hukum di indonesia?
3. Apa
sumber pemikiran sosiologi hukum?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas
dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui sejarah sosiologi hukum.
2. Untuk
mengetahui perkembangan pemikiran sosiologi hukum di indonesia.
3. Untuk
mengetahui sumber pemikiran sosiologi hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Sosiologi Hukum
Seorang
pakar bernama ( Anzilotti ), pada tahun 1882 dari Itali yang pertama kali
memperkenalkan istilah Sosiologi hukum , yang lahir dari pemikiran di bidang
filsafat hukum , ilmu hukum maupun sosiologi , sehingga sosiologi hukum
merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh
filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga saat ini yang berupa
masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau mahzab-mahzab (Aristoteles,
Aquinas, Grotnis).
Sejarah
perkembangan sosiologi hukum antara lain di pengauruhi oleh:
1. Pengaruh Dari Filsafat Hukum Pengaruhnya
yang khas adalah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau
berprosesnya hukum . Menurut Pound, bahwa hukum adalah suatu proses yang
mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan
hakim atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau
merelatifkan dogmatif hukum . Juga hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan
membina masyarakat.
2. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)Ajaran Kelsen “The
Pure Theory of Law” (Ajaran Murni Tentang Hukum ), mengakui bahwa hukum
dipengaruhi oleh faktor-faktor politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya.
3. Sosiologi (Pengaruh ajaran-ajaran Durkheim
dan Weber). Durkheim berpendapat bahwa hukum sebagai kaedah yang bersanksi,
dimana berat ringan sanksi tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan serta
keyakinan masyarakat tentang baik buruknya perikelakuan tertentu, peranan
sanksi tersebut dalam masyarakat.
B. Perkembangan
Pemikiran Sosiologi Hukum di Indonesia
Dalam
koridor pakar sosiologi hukum di indonesia terdapat beberapa tokoh yang
menanamkan bibit-bibit pemikiran dalam proses pendidikan hukum di tanah air.
Nama-nama dari tokoh-tokoh ini penulis sebutkan untuk memberikan penghargaan
atas dedikasi beliau terhadap proses pemahaman, penjelasan dan penganalisisan
dalam memahami sosiologi hukum. Sebagai ilmu pengetahuan yang setiap saat
mengalami regenerasi teori dan tokoh, akan banyak membantu para pembelajar baru
dalam memahami persoalan-persoalan hukum di tanah air.[6]
Di bawah
ini akan diuraikan Ragaan yang berkaitan dengan pandangan dalam menyibak
sedikit perjalanan sosiologi hukum serta pemikiran tokoh-tokoh sosiologi hukum
di indonesia sebagai berikut:
Perkembana Sosiologi Hukum di Indonesia
|
PPPP
Sosiologi
berkembang karena:
1.
Adanya kesempatan
belajar ke LN.
2.
Banyaknya
mata kuliah Sosiologi di PT.
3.
Pembangunana
Ekonomi memeperhatikan faktor non teknis.
|
1.
Ciri
Sosiologi di indonesia tidak mengenal madzhab atau aliran.
2.
Perkembangan
Sosiologi hukum sebagai sesuatu yang asing.
3.
Kurangnya
perhatian terhadap sosiologi hukum disebabkan:
a.
Sosiolog
mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum semata-mata sebagai
himpunan kaidah normatif.
b.
Kesulitan
terjadinya hubungan antara sosiolog dengan ahli hukum, oleh karena tidak
ada kesemaan bahasa dan kerangka berpikir.
|
HISTORIS
1.
Ajaran
Sosiologi dalam kitab “Wulang Reh” oleh Sri Mangkunegoro ke IV dari
Surakarta yang mengajarkan tata hubungan dalam intergroup relations.
2.
Timbulnya
organisasi Sosial dan Studi Hukum Adat.
3.
Sejak
Zaman Belanda pelajaran Sosiologi dihapus sejak tahun 1931.
4.
Sejak
kemerdekaan mulai tahun 1949 Sosiologi Deskriptif berkembang di UGM.
5.
Tahun
1967 berkembang fakultas dan buku-buku.
|
Prof. Dr. Soerjono, SH., MA.
|
1.
Menulis
Disertasi tahun 1977 dengan judul Kesadaran dan Kepatuhan Hukum.
2.
Kesadaran
Hukum adalah Kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia
tentang hukum yang ada atau hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum
berkaitan dengan kebudayaan hukum.
3.
Perasaan
hukum adalah penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari
masyarakat.
4.
Kepatuhan
hukum merupakan proses internalisasi yang dimulai pada saat sesorang
dihadapkan pada pola perikelakuan baru sebagaimana yang diharapkan oleh
hukum pada situasi tertentu.
|
1.
Tahun
1983 menguraiakan pidato Pengukuhan tentang: Faktor-faktor yang
mempengaruhui penegakan hukum yaitu UU, Penegak Hukum, Sarana atau
fasilitas, masyarakat dan kebudayaan (nilai-nilai).
2.
Penegakaan
hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi
yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi
memiliki unsur penilaian pribadi. Pada hakikatnya diskresi berada
diantara hukum dan moral.
3.
Tahun
1984 membentuk Perhimpunan Indonesia untuk Peminat Studi hukum dan
Masyarakat.
|
Sosiologi hukum adalah meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan memgapa dia gagal untuk
mematuhi hukum serta faktor sosial yang mempengaruhuinya.
|
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH.
|
Prof.
Soetandyo Wignyosoebroto, MPA.
|
1.
Penulis
Sejarah Hukum: Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional.
2.
Hukum
sebagai gejala Sosial empirik dapat dipelajari di satu pihak sebagai:
a.
Independent
variabel: yang menerbitkan efek pada berbagai aspek kehidupan sosial.
Studi: Law in action and legal Impacts.
b.
Dependent
variabel: sebagaai resultante berbagai ragam kekuatan dan proses sosial. Law
in Process.
3.
Karya
Ilmiahnya sibukukan dengan judul: Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya.
|
1.
Menulis
Disertasi tahun 1979: Hukum dan Perubahan Sosial.
2.
Pengkajian
hukum di indonesia dalam konteks perubahan sosial.
3.
Sistem
hukum suatu negara senantiasa mengalami perubahan-perubahan.
4.
Penggunaan
Sistem Hukum Hindia Belanda melayani struktur masyarakat yang berbeda dari
masyarakat indonesia sekarang yang mengakibatkan ketimpangan bidang
politik, ekonomi dan hukum. (The Law of the Non Tranferability of Law:
Seidman, 1970).
5.
Mempelajari
sistem hukum dalam perubahan sosial memberikan manfaat pada ukuran dan
penilaian serta harapan yang dialamatkan pada hukum itu.
6.
Tahun
1980, Pidato Pengukuhan: Manfaat Telaah Sosial Terhadap Hukum.
|
C.
Sumber
Pemikiran Sosiologi Hukum
Dalam mempelajari sosiologi hukum, kita tidak
dapat melepaskan hubungan yang signifikan antara berbagai komponen yang
menyusun keterkaitan analisis kasus. Hal ini dibutuhkan, oleh karena analisis
yang dilakukan tidap dilakukan secara
mendalam dan kebutuhan akan solusi maupun
rekomendasi terhadap suatu masalah yang dibahas tidak menyentuh akar
permasalahan.[7]
Orientasi yang diatas menjadikan menjadikan
kita melihat sumber-sumber mana saja yang
dapat dijadikan rujukan bagi kontemplasi kritis sosiologi hukum agar
dapat keseimbangan analisis dalam menjelaskan fenomena yang terjadi. Secara
logika hypothetica verfikatif dapat ditelusuri
sumber-sumber pemikiran sosiologi hukum yang akan memperkarya khazanah
orientasi analisis pemikiran sebagai berikut:
1.
Fenomena
Sosial Tentang Hukum
Fenomena
sosial tentang hukum adalah gejala empirik yang dapat disaksikan oleh panca
indra kita. Berbagai kasus atau perkara yang terjadi ditanah air, baik itu yang
bersifat lokal, nasional bahkan internasional (selama berhubungan dengan kasus
yang ada di indonesia) dapat dijadikan rujukan analisis kasus.[8]
Kemampuan
individu untuk mengakses kasus sangat berpengaruh pada kesempurnaan data yang
didapat. Semakin sumber data ( primer, sekunder maupun tersier) dapat didapat
maka tidak menutup kemungkinan penguasaan terhadap kasus semakin mendalam pula. Oleh sebab itu, dalam tataran diskusi akan
terlihat sejauh mana seseorang dalam mendalami kasus yang dibahas. Persoalan
data empirik, logika dan rasional akan menuntun kearah mana seseorang mampu dan
terampil mengkomunikasikan gagasan pemikiran secara vertikal maupun horizontal.
Uraian ini akan tampah lebih jelas dari keterkaiatan antara pemanfaatan
sosiologi pada ilmu hukum sebagai satu kesatuan.
Dalam
proses pengambilan kasus yang akan dianalisis harusnya mengedepankan aspek
yuridis. Mengapa ini penting? Dalam berbagai diskusi nantinya akan terlihat
jelas pemanfaatan sosiologi hukum sebagai ilmu.
Dalam praktek diskusi sering
dijumpai aspek yuridis ini sangat sedikit porsinya atau ditinggalkan sama sekali karena
terlalu asyik dengan bahasan sosial
politis misalnya. Untuk itu sejak ini perlu dilakukan selektivitas kasus agar
nantinya rujukan yuridis akan jelas posisi
dan rekomendasinya.
2.
Pemikiran
Para Sarjana, Berpijak Pada Pendapat Terdahulu (Earlier Knowledge)
Kejutan
warna pemikiran seseorang dalam mengkomuinikasikan pemikiran sangat dipengaruhi
oleh kekuatan referensi. Seseorang yang hidup pada zamannya tidak akan lepas
dari generasi sejarah yang mengikutinya. Sedikit banyak pengaruh sejarah
pemikiran turut pula mewarnai alam pikiran. Rotasi pemikiran kita, kadang-kadang
tidak berbeda jauh bahkan mungkin sama dengan pemikiran tokoh sebelumnya. Hal
ini dapat saja terjadi oleh karena kasus yang dibahas dan hubungan antara
komponen yangt menjadi titik sentral persoalan tidak berbeda jauh. Persoalan
yang muncul adalah terdapatnta atribut atau assesoris baru sebagau konsekuensi
adanya perkembangan zaman.[9]
Pembentukan
wacana pemikiran yang didapat dari
mempelajari pendapat para tokoh merupakan keidah keilmuan, agar seseorang yang
dikatakan ilmuan atau berperilaku dan berpikir ilmiah adalah menghargai
pendapat para tokoh tersebut, mencermati dan melakukan pengkritisan secara
mendalam secara konsekuensi dari epistimologi keilmuwan. Oleh sebab itu dalam
penyampaian pendapat tokoh dilakukan secara utuh, tidak boleh parsial karena
akan membawa persoalan makna yang berbeda. Pengambilan pendapat yang parsial
akan memberikan konsekuensi yang berbeda dalam penganalisisian suatu kasus.
Pemikiran
para tokoh dalam sosiologi hukum yang dimulai dari era para pioner atau
perintis sosiologi sampai masa kontemporer merupakan suatu alur pendapat yang
saling berkesinambungan. Untuk itu perlu dipelajari kondisi sosial budaya atau setting
sosial dimana para tokoh tersebut hidup dan dalam situasi yang bagaimana
pemikiran tersebut muncul. Sejarah hidup para tokoh sangat berkaitan dengan
pemikiran yang dikeluarkannya.
Jika
kita mempelajari pendapat secara mendalam akan sangat membantu perluasan wacana
dan mempertajam analisis.
3.
Menganalis
Secara Kritis Fenomena Sosial Tentang Hukum yang Dihubungkan Dengan Pendapat
Para Tokoh
Setelah
kasus didapat dengan selektifitas barulah dilakukan proses menghubungkan dengan
pendapat para pakar. Proses menghubungkan adalah proses memilih dan memilah
dari sekian pendapat pakar yang dapat dijadikan rujukan dalam analisis.
Hubungan ini akan terlihat jelas jika terjadi penguatan kasus dengan menyetir
pendapat para pakar tersebut. Konsekuensi dari ini semua adlah kemampuan pernah
membaca pendapat tokoh tersebut dari berbagai literatur. Dari sisi ini terdapat
nilai lebih jika dalam menghubungkan pendapat
tokoh serta mengkritisinya diutarakan dalam uraian ini. Kemampuan
individu dalam mengakses pendapat tokoh sangat besar pengaruhnya bagi sejauh
mana uraian yang dilakukan serta gagasan-gagasan yang ymengalir dalam wacana
tokoh tersebut.[10]
Oleh
karena terdapat dua variabel yang dihubungkan yaitu: fenomena sosial dan
pendapat tokoh, maka supaya analisis yang dilakukan mendekati kesempurnaa posisi kedua variabel tersebut harus
benar-benar mencerminkan kesempurnaan mengakses. Prosentasi yang berbeda-beda
dalam mengakses sumber masing-masing akan berpengaruh pada sejauhmana analisis
yang dilakukan. Korelasi kedua variabel ini sangat bermanfaat dalam mencari
sabab musabab kasus tersebut juga didukung oleh kemampuan logika ilmiah yang
didasarkan pada rasional empirik.
4.
Melakukan
Diskusi Secara Intensif
Ulasan
kekayaan pikiran atau timbulnya pikiran baru difasilitasi oleh wadah bertukaran
fikiran berupa diskusi. Dari diskusi yang dilakukan secara intensif akan timbul
gagasan atau ide yang yang cemerlang. Situasi sosial, budaya dan politik yang
kita alami berbeda dengan setting sosialdari pendahu kita atau pendapat
tokoh. Dengan melakukan diskusi terjadilah interaksi yang didalamnya terdapat
perdepatan keilmuan bukan emosional atau debat kusir dan tetap berpegang pada
kaidah-kaidah diskusi yang demokratis. Mencermati jalan atau pola pikiran orang
lain merupakan kewajiban asasi yang kita lakukan agar disatu sisi kita dapat
mentransfer ilmu yang mereka miliki, begitu pula sebaliknya.[11]
Secara
sistematis dapat dilihat dari uraian di bawah ini yang menggambarkan alur
analisis dalam sosiologi hukum, yaitu sebagai berikut: [12]
Proses Analisis Kasus Sosiologi Hukum
A.
Analisis
Pertama
1.
2.Pendapat
3.Pakar
4.
|
ANALISIS KASUS
|
Kasus
|
Pokok Pikiran
Jelas
dan Tegas
Poin-poin pikiran
yang merupakan Kristalisasi hasil olahan pengamat tidak parsial
|
Metode analisis yang ideal adalah teori dari pakar tersebut diserap
terlebih dahulu, setelah itu dicari contoh kasus yang dapat mewakili
pendapat pakar, jika kasus yang dicari belum terdapat kesinkronan dengan
pendapat pakar, maka hanya satu pendapat pakar yang dianalisis secara
kritis, komprehensif integral.
|
1.
s/d dihubungkan
4 dengan kasus
5. Pemikiran Baru (new idea)
|
B.
Alternatif
Kedua
Kasus
|
Referensi Pakar
|
Analisis
|
SOLUSI
|
PRO
|
KONTRA
|
SOSIOLOGI HUKUM BERHENTI DISINI SEBAGAI ILMU
|
Dari ragaan diatas
maka dapat diuraikan pemahaman sebagai berikut:
Pada alternatif
pertama proses analisis kasus sosiologi hukum dimulai dari tataran konsepsi
pendapat pakar yang meliputi pakar sosiologi sampai sosiologi kontemporer.
Pengamat dapat melakukan kegiatan pembacaan, penalaahan secara maksimal atas
pola pikir yang dikembangkan oleh para pakar. Setelah menelaah pendapat para
pakar maka pengamat dapat melakukan pengkristalisasi pemikiran para pakar
tersebut.[13] Olahan pengamat atas pendapat para pakar tersebut sangatlah pentinh untuk menelususri
berbagai hal terkait dengan setting sosial pemikiran itu muncul sampai
kontroversi perbedaan pendapat antara pendapat tersebut. Poin-poin pendapat
pakar tersebut dalam proses pengutipan tidak boleh dilakukan secara persial
atau sepotong-potong. Mengapa hal ini tidak dapat dilakukan? Pendapat pakar
yang diambil hanya sebagian saaja tanpa memeperhatikan faktor implisit yang ada
dalam statement pakar sebagai satu kesatuan akan dapat mengurangi
keutuhan analisis.
Setelah penelaahan
pendapat pakar dilakukan maka langkah selanjutnnya adalah mengkaji fenomena
sosial tentang hukum atau kasus yang mempunyai hubungan signifikan dengan
pendapat para pakar dimaksud. Kemana arah proses ini sesungguhnya? Kasus
merupakan bukti yang empirik dan otentik yang dapat menguji dan membuktikan
atau memverifikasi pendapat pakar. Sebagai sumber pembangunan teori, maka kasus
merupakan sumber yang tidak akan pernah mati.
Dinamika masyarakat menuntut adanya perubahan termasuk didalamnya
pemikiran para pakar. Oleh sebab itu sangatlah berarti pertanyaan berikut ini: perubahan
pemikiran sangat tergantung pada perubahan masyarakat atau zaman. Mencari
dan memilih kasus bukanlah pekerjaan yang mudah. Menelisuri kasus yang berkaitan dengan
pendapat membutuhkan kemahiran dan keterampilan berpikir khusus.[14]
Tidak semua orang mampu melakukannya karena membutuhkan insting atau pancaindra
keenam. Sebagai tolak ukur bahwa kasus yamg mempunyai nilai untuk dibahas
adalah: terdapat aspek yuridis didalamnya, masih cukup faktual untuk
dibicarakan dalam durasi tahun yang begitu lama, dapat berupa kasus, kasus
lokal yang menarik masyarakat, kasus lokal yang mencuat menjadi kasus nasional.
Pengamat harus dapat menentukan orientasi kasus itu dengan melakukan kegiatan
menginventarisisr kronolgi kasus dari berbagai sumber.
Langkah selanjutnya
adalah melakukan kegiatan analisis. Menganalisis adalah kegiatan melakukan
peramuan antara komponenteoritis (pendapat pakar) dan komponen kasus (emperik).
Gaps (kesenjangan) yang terjadi antara keduanya dibahas dengan menggunakan ilmu
bantu dalam ilmu hukum seperti: kajian politik, kajian ekonomi, kajian
antropologi, kajian medis, kajian sosio kultur, kajian adat istiadat. Kajian
hukum islam dan lain-lain. Kemampuan
untuk meramu dua komponen ini sangat sangat tergantung pada kepiawaian ,
kemahiran bahkan keterampilan pengamat untuk memberikan uraian yang
berkualitas.[15]
Hal yang paling
mudah dilakukan pada analisis mendmpingkan pemikirran pakar dengan kenyataan
yang terjadi di lapangan. Dengan kata lain kita akan menguji pendapat pakar tesebut
apakah dapat diuji dengan kasus yang berbeda setting sosialnya.[16]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan dan rumusan masalah yang telah dijawab dalam pembahasan ini, maka
disebutkan beberapa kesimpulan bahwa Sosiologi hukum mulai muncul pada tahun
1882 di italia oleh Anzilotti,. Sosiologi hukum diperkenalkan dari pemikiran
filsafat hukum, ilmu-ilmu hukum dan sosiologi. Di indonesia perkembangan
sosiologi hukum disebabkan oleh pemikiran para pakar sosiologi diantaranya
Prof. Dr. Soerjono, SH.MA, Prof. Dr. Sotjipto Rahajo.SH. Di mulai dari ajaran
sosiologi dalam kitab Wulung Reh oleh Sri Mangkunegoro ke IV dari Surakarta dan
mulai muncul pemikiran para pakar sosiologi hukum lainnya.
Perkembangan sosiologi hukum di indonesia juga
dipengaruhi oleh: adanya kesempatan belajar di LN, banyaknya mata kuliah
sosiologi di PN. Sosiologi hukum di Indonesia tidak mengenal madzhab atau
aliran, sedangkan sumber pemikiran sosiologi hukum meliputi:Fenomena Sosial
Tentang Hukum, Pemikiran Para Sarjana, Berpijak Pada Pendapat Terdahulu
(Earlier Knowledge), Menganalis Secara Kritis Fenomena Sosial Tentang Hukum
yang Dihubungkan Dengan Pendapat Para Tokoh, dan Melakukan Diskusi Secara Intensif.
Sedangkan proses
analisis kasus dapat dilakukan dengan proses: menganalisis dan menelaah
pendapat para pakar, mengkaji fenomena dan yang terakhir yaitu melakukan
analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Saifullah.2007. Refleksi Sosiologi Hukum.
Bandung: PT Refika Aditama.
Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode
Penelitian Hukum. Malang: UMM Press.
Hendrojono. 2005. Sosiologi Hukum Pengaruh
Perubahan Masyarakat dan Hukum. Surabaya: PT Dieta Persada.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Johnson, Alvin S. 1994. Sosiologi Hukum. PT
Rineka Cipta.
[1] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007) ,1.
[2] Hendrojono, Sosiologi Hukum
Pengaruh Perubahan Masyarakat dalam Hukum (Surabaya: Srikandi,
2005), 1.
[3]Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, 2.
[4]Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum , 4.
[5]Hendrojono, Sosiologi Hukum
Pengaruh Perubahan Masyarakat dalam Hukum, 4.
[6] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), 12.
[7] Saifullah, Refleksi
Sosiologi Hukum, hal. 17.
[8]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.17.
[9]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.18.
[10]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.18.
[11]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.19
[12]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.20.
[13]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal. 22.
[14]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum,hal. 22.
[15]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal.23.
[16]Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, hal. 23.